Minggu, 01 Juni 2014

PERWUJUDAN KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA YANG APRESIATIF DI SMK KELAS XII

PERWUJUDAN KURIKULUM 2013
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA YANG APRESIATIF DI SMK KELAS XII



ABSTRAK

     Pembelajaran membaca apresiatif termasuk ke dalam kegiatan membaca pemahaman. Kegiatan ini melibatkan kepekaan dan kecakapan mengolah bacaan secara estetis-reseptif dan kritis-kreatif. Pembaca menjelajah imajinasi pengarang untuk beroleh pemahaman dan pengalaman yang bermakna dari bacaan. Beberapa model pembelajaran membaca pemahaman yang dikemukakan  ahli meliputi tahapan prabaca, saatbaca, dan pascabaca. Pada tahapan pascabaca siswa  mengaktifkan kemampuan berpikirnya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada tahapan ini, misalnya menguji kembali cerita, menceritakan kembali, membuat gambar, diagram, ataupun peta konsep bacaan, serta membuat peta perjalanan yang menggambarkan peristiwa. Kegiatan lain yang dapat dilakukan siswa adalah mentransformasikan teks cerita melalui penguatan bentuk cerita bergambar. Pembelajaran membaca apresiatif menekankan pada pemberian kesempatan dan dorongan kepada siswa untuk membaca karya-karya sastra yang diminati. Pembelajaran membaca apresiatif memberi peluang kepada siswa untuk menemukan kesenangan atau kenikmatan membaca. Kegiatan apresiasi satra dalam pembelajaran membaca akan menjadi wahana penikmatan/pemahaman karya-karya sastra.
    Pembelajaran membaca apresiatif merupakan proses estetis-reseptif dengan menekankan kegiatan membaca kritis-kreatif. Siswa menjelajahi imajinasi pengarang dalam teks yang dibaca. Secara metakognitif siswa memahami, menangggapi, dan menggali ide  pengarang dalam teks. Siswa merespons, mengkritisi,  dan mengevaluasi ide-ide pengarang dalam teks. Pada tahap pascabaca siswa dapat mentransformasi teks ke dalam bentuk lain (teks baru). Tujuan strategi ini membekali siswa untuk memahami makna cerita,  menggali ide, merespon secara kritis, dan secara kreatif menuangkan kembali ide cerita. Strategi membaca estetis-reseptif kritis-kreatif ini menggamit ranah kognitif,  apektif, dan psikomotor ke arah literasi membaca kritis-kreatif dan menulis kreatif. 
       Konsep inti Kurikulum 2013 menggambarkan kerangka konseptual kegiatan belajar  mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap yang diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.  Ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Kesesuaian konsep inti kurikulum 2013 di SMK kelas XII tampak pula pada standar kompetensi yang diarahkan pada Kompetensi keterampilan yang sesuai dengan standar industri (menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan industry.

Kata Kunci: Pembelajaran Membaca Apresiatif,  Proses Estetis-Reseptif Kritis-Kreatif, SMK  Kelas XII, Kurikulum 2013


 I.   Pendahuluan
     
       Membaca apresiatif adalah proses pengolahan bacaan (karya sastra) secara kritis kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman bersifat menyeluruh. Dari proses memahami bacaan, apresiator memberikan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan. Dengan kata lain, membaca adalah suatu upaya menerapkan kecakapan dalam mengolah bacaan secara kritis-kreatif untuk memahami isi bacaan secara menyeluruh serta mampu mengambil manfaat dari apa yang dibacanya itu secara tepat.
    Membaca merupakan kegiatan mereaksi dan membaca adalah kegiatan yang cukup kompleks. Aminuddin (1987: 16)   menyatakan bahwa membaca apresiatif disebut kompleks karena membaca melibatkan berbagai aspek, baik fisik, mental, serta bekal pengalaman/pengetahuan maupun aktivitas berpikir dan merasa. Dalam membaca, keseluruhan aspek itu terproses untuk mencapai tujuan tertentu melalui tahapan (1) persepsi, (2) rekognisi, (3) komprehensi, (4) interpretasi, (5) evaluasi, dan ( 6) kreasi atau utilisasi. Dengan demikian proses membaca apresiatif (kreatif)  merupakan  suatu proses membaca yang dilakukan tidak hanya melakukan analisis, tetapi juga sintetis; bukan hanya memahami apa yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Ini, menunjukkan adanya aktivitas metakognitif  dalam aktivitas esteti-reseptif  kritis-kreatif.
       Pembelajaran membaca yang apresiatif memiliki karekteristik sama dan sejalan dengan karakteristik pembelajaran pemrosesan informasi, yang menekankan kegiatan membaca kritis-kreatif. Proses pembelajaran ini menekankan aktivitas menggali, memahami, menanggapi, menggkritisi,  mengevaluasi, dan  menghargai, sampai pada menghayati, dan menikmati. Sesuai dengan pendapat Joice & Weil (2009: 252) subrumpun sinektik  berdasar pada psikologi kreativitas pendapat Gordon (Joice & Weil, 2009: 252); Arends (2008: 16); dan Satrock (2012: 351) yang menyatakan bahwa  aktivitas metakognitif mengembangkan kognisi sebagai proses aktif, kritis, dan kreatif. Joyce & Weil (2011: 7) menyatakan bahawa  model pengajaran sebenarnya adalah model pembelajaran, karena tujuan pengajaran adalah membantu siswa memperoleh informasi,  ide-ide,  keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, cara-cara berpikir, alat-alat untuk mengekspresikan diri, serta cara-cara belajar. Sesungguhnya tujuan jangka panjang pengajaran yang terpenting adalah agar siswa mampu meningkatkan kemampuan belajar ke arah lebih mudah dan efektif, karena pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai telah diperoleh siswa  melalui proses belajar.
       Kurikulum 2013 memiliki kerangka konseptual kegiatan belajar pada ranah sikap yang diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Proses belajar ini sejalan dengan pembelajaran pemrosesan informasi dengan strategi sinektik yang mengajak siswa mengolah, menggali informasi termasuk kategori ini adalah pembelajaran menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan mengembangkan kreativitas (Slavin, 2011: 25). “Proses pembelajaran pada  satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” (Permendikbud, No 65 Tahun 2013 Tantang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah).
       Kerangka konseptual kurikulum 2013 memiliki keterikatan yang sangat erat dengan konsep model pembelajaran perosesan informasi yang dikemukakan Joyce &Weil, strategi sinektik pendapat Arends dan Slavin. Pada tataran praktis keterikatan ini tampak pada standar proses ranah keterampilan melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. hal ini sejalan pula dengan pembelajaran membaca apresiatif dengan strategi (proses) estetis-reseptif kritis-kreatif. Hasil pembelajaran (kegiatan pascabaca) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan, cita-cita, kecintaan, kerinduan, keprihatinan, dan berbagai pikiran dalam wujud kreasi siswa. Kreativitas siswa akan lebih bermakna, apabila pada pascabaca siswa mencoba mentransformasi teks melalui penguatan visualisasi.

II.   Pembahasan

A.  Konsep Estetis-Reseptif Kritis-Kreatif dalam Membaca Apresiatif
      “Karya sastra adalah sebuah objek estetis yang mampu membangkitkan pengalaman estetis pembaca. Apresiator (pembaca) menilai kesastraan karya sastra berdasarkan krtiteria estetis….” (Wellek, 1989: 321). Pengalaman estetis pembaca akan diperoleh melalui interpretasi dalam proses reseptif membaca. Selanjutnya, Segers (2000: 35-47) menyatakan bahwa secara metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra karena ia berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya dipelajari sehingga memunculkan reaksi pembaca. Dalam uraiannya, Segers memetakan estetika resepsi ke dalam tiga bagian utama, yaitu  (1) konsep umum estetika resepsi, (2) penerapan praktis estetika resepsi, dan (3) kedudukan estetika resepsi dalam tradisi studi sastra
      Estetika dalam karya sastra memainkan peran yang sangat penting. Keindahan, demikian kata Plato (Teuw, 1988: 347) berada pada dunia ide-ide. Seni sebagai suatu keindahan sudah berabad-abad menjadi dasar ajaran estetika. Jausz (Teuw, 1988: 348) berpendapat bahwa keindahan yang  mutlak  tidak dapat terjangkau manusia. Akan tetapi, keindahan dapat didekati lewat pemikiran dunia dan ide dengan harmoni yang ideal. Estetika dunia Barat berkonsekuensi pada pengabdian seni filsafat dan etika. Dengan demikian, estetika memberikan perspektif pada pengkajian sastra secara semiotik. Perkembangan estetika secara mutlak objeknya berada  pada karya seni sedangkan pengalaman estetika berada pada penikmat (pendengar, penonton, dan pembaca). Secara universal teori estetika menjadi sebuah pendekatan karya sastra. Oleh karena itu, pendekatan estetis menjadi tempat dalam penelitian sastra.
       Estetika pada suatu teks sastra menjadi media pengarang dalam mengajak pembacanya memasuki dunia imajinatif kreatif. Ketika imajinasi pembaca mencoba menjelajah sebuah teks, maka pembaca berupaya mendekati nilai-nilai estetis.  Pendekatan terhadap suatu teks sastra tidak sebatas mendekati simbol-simbol semiotika. Akan tetapi, pembaca berupaya meresepsi secara keseluruhan isi  teks. Pendekatan estetis merupakan bentuk kegiatan pembaca untuk mencapai penafsiran (pemahaman).
       Resepsi adalah suatu penafsiran penikmat (pendengar, penonton, pembaca) terhadap sebuah karya. Sebagaimana yang dikemukakan Endraswara (2002: 158) melalui resepsi karya sastra, pembaca sering berimajinasi lain ketika menyikapi karya sastra. Kondisi kejiwaan pembaca juga seringkali memengaruhi daya kritisnya. Selanjutnya, resepsi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami karya sastra melalui penerimaan pembaca, baik pembaca yang sezaman dengan penulis, maupun yang berturut-turut pada sesudah masa penciptaannya (Teeuw, 2003: 269). Selden (1986: 112-120) menjelaskan, bahwa dalam pendekatan resepsi dikenal beberapa istilah pembacaan antara lain: concretization (Fellix Vodicka), horizon harapan (Hans Robert Jausz), pembaca implisit (Wolfgang, Izer), dan konvensi pembacaan. “…various conventions or expectations are brought into play, connections are posited, and expectations defeated or confirmed. To interpret a work is to tell a story of reading.” (Culler, 2000: 63) bahwa  konvensi diharapkan sebagai wilayah kerja antara harapan, kegagalan atau memperkuat. Penafsiran sebagai pekerjaan  pembaca sastra. Selanjutnya “Thinking about readers and the way they make sense of literature has led to what has been called ‘readerresponse criticism’, which claims that the meaning of the text is the experience of the reader.” (Culler, 2000: 63).  Vodicka menganggap bahwa dalam karya sastra ada ruang kosong yang bebas dapat diisi sesuai dengan kondisi sosial pembacanya, sedangkan Jausz memandang bahwa horizon harapan pembaca (horizon of expectations) akan memungkinkan terjadinya penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap teks sastra yang dibacanya.
       Sekaitan dengan teori resepsi, Iser (1987: ix-xii; 54) mengemukakan konsep keterkaitan teks, pembaca, dan interaksinya  yaitu terdapat hubungan dialektis antara teks, pembaca, dan interaksinya. Selanjutnya, Iser (1987: 20 dan 54), menyebutnya sebagai respon estetis sebab walaupun pusat perhatiannya sekitar teks, tetapi mengarahkan persepsi dan imajinasi pembaca dalam rangka melakukan penyesuaian dan bahkan membedakan fokusnya. Konsep dialektika respon estetik, interaksinya dapat dicermati melalui pengertian implied reder, literary repertoire, dan literary strategies Implied reader merupakan model, rol, dan standpoint yang membuat pembaca sebagai real reader menyusun makna teksnya. Repertoire merupakan seperangkat norma sosial, historis, dan budaya yang dipakai untuk membaca yang dihadirkan oleh teks dan merupakan semua wilayah familiar dalam teks berupa acuan kepada karya-karya yang ada lebih dahulu.
       Dalam teori resepsi sastra, pembaca mencoba menjelajahi imajinasi pengarang, dengan penuh gairah, kegembiraan, dan ketegangan sampai pada penikmatan. Sebagaimana  Eagleton (1983: 82-83) menyatakan 
     …the raeder simply … cougth up in this exuberant dance of  language, delighting in the texture of words themselves, the reader know less the purposive pleasures of  building a coherent system , building textual elements  masterfully together to shore up a unitary self. Than the masochistic thrills of felling that self shattered and dispersed throught the tangled webs of the work itself.”
Secara teoretis membaca apresiatif memiliki makna membaca estetis-reseptif dan membaca kritis-kreatif. Melalui proses ini, pembaca diberi kebebasan  meginterpretasi isi bacaan berdasarkan skemata pembaca. Melalui proses ini pembaca dapat menjelajah imajinasi pengarang sehingga pembaca dapat megonkretkan  isi bacaan (cerita) sesuai dengan keinginan dan kreativitas pembacanya. Segers (2000: 35-47) mengatakan bahwa secara metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya dipelajari (terutama) dalam kaitan dengan reaksi pembaca. Kata kunci dari konsep yang diperkenalkan Jauss adalahrezeptions und wirkungsasthetik“ tanggapan dan efek”. Menurutnya, pembacalah yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra.
      Usaha untuk memahami karya sastra akan bergantung pada pertanyaan yang ditimbulkan oleh lingkungan budaya pembacanya. Menurut Izer (Culler, 2000: 63)  resepsi sastra hendaknya terfokus pada pembaca implisit bukan pembaca konkrit. Pembaca implisit akan dapat menentukan sikapnya dalam menghadapi teks, dan memungkinkan adanya komunikasi dengan teks yang dibacanya. Setiap pembaca akan memiliki penafsiran yang berbeda terhadap karya sastra. Meskipun penafsirannya berbeda, pembaca tetap mengikuti perangkat konvensi penafsiran sastra yang sama.
       Dari berbagai pendapat ahli di atas (Iser, Culler, Selden, dan Segers) disimpulkan bahwa pendekatan resepsi memiliki garis besar sebagai berikut: (1) bertolak dari hubungan antara teks sastra dan bagaimana reaksi pembacanya; (2) pengongkritan makna teks dilakukan melalui tanggapan pembacanya, sesuai dengan horizon harapannya; (3) imajinasi pembaca dimungkinkan oleh keakrabannya dengan sastra, kesanggupannya dalam memahami keadaan pada masanya juga masa-masa sebelumnya; dan (4) melalui kesan, pembaca dapat menyatakan tanggapannya terhadap suatu karya yang dibacanya.   
       Sumardjo (2000: 80)  menyatakan “Kreativitas adalah suatu kondisi, suatu sikap, atau keaadaan mental yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin dirumuskan. Kreativitas adalah kegiatan mental yang sangat individual yang merupakan manisfestasi kebebasan dirinya secara mutlak.” Selanjutnya Sumardjo (2000: 86) menyatakan dalam kesenian, kreativitas dapat ditunjukkan pada kenyataan faktual yang diungkapkan karya seni lewat aspek ekstrinsik (moral, sosial, politik, teknologi, kejiwaan, dll.) dan juga pada tradisi estetik (aspek intrinsik) seni itu sendiri. Karya sebagai bagian produk seni, dapat dikatakan sebagai produk kreatif pengarangnya
      Ratna (2011: 15) berpendapat “Proses kreatif adalah aktivitas yang sepenuhnya disadari oleh subjek, proses kreatif merupakan akumulasi pengalaman-pengalaman masa lampau seperti dilihat melalui kehidupan sekarang, hari ini.” Selanjutnya, Ratna (2011: 15) menyatakan “Proses kreatif adalah eksploitasi alam ketaksadaran ke alam sadar, ke dalam bentuk tulis. Proses kreatif didominasi oleh imajinasi, tetapi perlu dipahami bahwa menurut visi kontemporer imajinasi bukan semata-mata proses individual melainkan transindividual, imajinasi yang juga diimajinasikan oleh orang lain”. Dengan demikian, sebuah karya (seni) sastra merupakan produk kritis-kreatif seorang pengarang terhadap kenyataan hidup (fenomena) yang dilihat dan dirasakan seseorang (pengarang).
       Dalam studi analisis sastra, kritik sastra merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan pembaca terhadap sebuah karya sastra. Dalam proses estetis-reseptif, seorang apresiator (pembaca) melakukan penyelidikan terhadap nilai-nilai esktrinsik dan intrinsik karya sastra. Sebagaimana dikemukakan oleh  Pradopo (1997: 9) “Kritik sastra ialah ilmu sastra yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidaknya.” Abrams dalam Pradopo (1997: 11) “Kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan pendefinisian, penggolongan (pengelompokan), penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi)”. Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, Abrams (Pradopo, 1997: 26) membagi kritik sastra ke dalam empat tipe:  kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik ekspresif,  dan kritik objektif.

B.  Pembelajaran Membaca yang Apresiatif
    Brown (2001: 69) menyatakan konsep kompetensi komunikatif dengan pendekatan fungsional pengajaran bahasa,
       Given that communicative competence is the goal of a language classroom, instruction needs to point toward all its components: organization, pragmatic, strategic, and psychomotor. Communcative goals are best achieved by giving due attention to language use and not just usage, to fluency and not just accuracy, to authentic language and contexts, and students’eventual need to apply classroom learning to previously unrehearsed contexts in  the real world.
   
Pembelajaran bahasa memiliki tujuan kompetensi komunikatif, memperkenalkan, dan memerlukan  semua komponen pembelajaran bahasa. Untuk mencapai suatu komunikasi yang terbaik yaitu dengan memberikan arahan apa yang harus   diperhatikan dalam  berbahasa. Selain itu, siswa memerhatikan kepantasan pemakaian, kefasihan, dan ketepatan dalam konteks yang sebenarnya. Pada akhirnya, siswa memerlukan aplikasi dalam pembelajaran di kelas dan untuk penggunaan dalam konteks dunia.
       Pembelajaran membaca apresiatif diarahkan pada suatu pendekatan apresiasi sastra. Pembelajaran diarahkan pada aktivitas siswa melakukan resepsi dan interpretasi (penafsiran) terhadap suatu teks. Berkaitan dengan hal ini, Luxemburg (1984: 62) “Penafsiran ialah suatu bentuk khusus mengenai laporan penerimaan. Sama seperti penerimaan biasa,  pembaca menafsirkan dan mengartikan sebuah teks, tetapi tafsiran-tafsiran selalu disusun secara sistematik … tafsiran termasuk ke dalam bidang kritik sastra.” Dalam kegiatan pembelajaran membaca apresiatif siswa diarahkan untuk memiliki kepekaan terhadap karya sastra. Siswa diarahkan pada proses estetis-reseptif, kritis-kreatif, dan memberi respon terhadap karya sastra. Siswa diberi kesempatan untuk menuliskan kembali apa yang dinikmati, dihayati, dipahami, dan interpretasi  dari cerita. Interpretasi dan pemahamannya terhadap alur, latar, tema, tokoh, konflik antartokoh, dan pemecahannya (resolusi) cerita dibacanya.    
       Sejalan dengan pendapat  Segers pada penerapan praktis estetika reseptif merupakan proses praktis dalam pembelajaran membaca apresiatif yang perlu dikembangkan. Beberapa alasan peneliti. Pertama,   pemetaan ini menjadi salah satu pendekatan ke arah penggalian interpretasi siswa untuk menemukan makna cerita rakyat. Aspek proses estetis-reseptif dalam membaca apresiatif menjadi acuan pertama ke arah kemampuan mentransformasi teks. Kedua,  pendekatan estetis-resepsi memiliki garis besar sebagai berikut: a) bertolak dari hubungan antara teks sastra dan bagaimana reaksi pembacanya; b) pengongkritan makna teks dilakukan melalui tanggapan pembacanya, sesuai dengan horizon harapannya; c) imajinasi pembaca dimungkinkan oleh keakrabannya dengan sastra, kesanggupannya dalam memahami keadaan pada masanya juga masa-masa sebelumnya; dan d) melalui kesan, pembaca dapat menyatakan tanggapannya terhadap suatu karya yang dibacanya
     Tujuan umum model The Information Processing Family Of Models ialah membantu siswa mengembangkan kreativitasnya dalam mengolah informasi yang diperoleh melalui kegiatan membaca. Dalam hal ini, pengembangan  kemampuan membaca apresiatif melalui kerja kreatif (membaca dan menulis kreatif). Konsep pengolahan informasi (the information processing) termasuk ke dalam teori belajar kognisi yang dikemukakan Slavin  (2011: 217-218) bahwa poses kerja memori ketika menerima rangsangan akan memunculkan persepsi yang melibatkan penafsiran pikiran, pengalaman, pengetahuan, motivasi, dan minat, bahkan imajinasi. Informasi yang dipahami dan  diberi perhatian  kemudian dipindahkan dan disimpan memori penyimpanan. Informasi yang tersimpan selanjutnya diolah dan ditanggapi,  untuk menarik kesimpulan dalam konteks verbal atau visual. 
       Proses kerja pengolahan informasi merupakan proses kerja pikiran dan perasaan.  Slavin (2011: 243-245) menyatakan bahwa dalam pembelajaran verbal terdapat di antaranya pembelajaran visualisasi gambar ke dalam pikiran untuk meningkatkan memori. Banyak teknik memori yang didasarkan pada pembentukan citra mental untuk membantu mengingat hubungan. Salah satu metode untuk meningkatkan memori dengan menggunakan penggambaran ialah dengan menciptakan cerita untuk  menggabungkan informasi. Faktor yang membuat informasi bermakna adalah informasi yang mengandung makna lebih mudah dipelajari.
       Sejalan dengan pendapat Slavin dan  Santrock (2012: 351), Joice and Weil, mengemukakan bahwa pendekatan pemrosesan informasi (information-processing approach) menekankan bahwa anak-anak memanipulasi informasi, memonitor, dan menyiasati. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan pikiran. Bertemali dengan pendekatan perosesan informasi, Allan Paivio (Santrock, 2012: 362) juga, berpendapat bahwa memori disimpan dalam dua cara: sebagi kode verbal atau sebagai kode gambar  atau melalui gambaran dalam pikiran. Semakin detail khusus kode gambar, semakin baik memori terhadap informasi tersebut.  “… mendorong anak-anak untuk menggunakan imajinasi guna mengingat informasi verbal, anak-anak yang lebih besar akan berhasil lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang lebih muda. Pendekatan pemoresasan informasi menjadi salah satu pendekatan yang dapat diterapkan sebagai pendekatan pembelajaran membaca apresiatif. Berdasarkan sudut pandang teori kreativitas bersastra, model ini  berorientasi pada teori membaca sastra dan teori belajar mengajar membaca apresiatif yang berorientasi pada peranan siswa. Secara kooperatif siswa melakukan pengkajian estetis, pemahaman kritis, dan penuangan kreativitas imajinatif. Proses kerja pembelajaran model pemrosesan informasi (information processing family)  merupakan  pembelajaran yang efektif dalam membaca apresiatif dengan strategi (proses) estetis-reseptif kreatif.
Fase  1
Pengenalan Karya. Siswa menerima informasi karya yang akan dibahas serta menerima informasi tentang prosedur pembelajaran yang akan dilakukannya. (tahap pengenalan naskah cerita rakyat). Guru memberikan informasi tentang cerita yang akan ditransformasikan dan langkah kerja transformasi teks. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
2.  Fase 
Mengkaji Struktur Karya. Siswa membaca apresiatif (mengapresiasi karya sastra) yang diberikan guru baik secara pragmentaris, ringkasan cerita, atau penyederhanaan cerita. untuk menentukan unsur intrinsik tokoh/penokohan, latar cerita, alur cerita, tema, dan amanat. Dalam kelompoknya siswa mengapresiasi untuk menemukan nilai-nilai moral, sosial, dan nilai pendidikan dalam cerita.
3.  Fase  
Fase 3. Secara kolaboratif dan kooperatif siswa mendiskusikan unsur intrinsik (tokoh/penokohan, latar, alur, tema dan amanat, serta  nilai moral, sosial, pendidikan). Selanjutnya siswa berbagi tugas mengerjakan LKS dan membuat perencanaan (langkah) mentransformasi teks cerita.  Kolaborasi kreasi transformasi teks melakukan kegiatan mengubah karya sastra yang dibuatnya menjadi bentuk gambar atau visual sesuai dengan langkah: (1) perencanaan (sesuai urutan tabel), (2) menyusun Skenario, panduan fitur-fitur gambar (karakter tokoh, latar adegan, dan balon kata),  (3) me-lay out gambar, narasi, dan balon kata.. Desain transformasi seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Fase  4 
Fase 4 dilaksanakan di ruang kerja praktik di luar jam pelajaran. Pada tahap ini siswa secara berkelompok  saling mengomentari gambar yang dibuat kelompok lain. Dengan bimbingan guru praktik siswa mendiskusikan fitur-fitur gambar yang sesuai dengan karakter dalam cerita. Pada fase ini siswa menyempurnakan, menyusun gambar, dan melengkapi dengan adegan, dan balon kata sesuai alur cerita.
Fase  5
Pada fase ini berkaitan dengan revisi dan editing gambar berdasarkan masukan dari kelompok lain dan guru. Kegiatan praktik dilaksanakan sampai dengan batas jadwal kegiatan praktik (mulai pukul 14.00 sampai selesai). Secara berkelompok siswa  memperbaiki hasil kerja estetis kreatifnya dengan bimbingan dan pantauan guru.
Fase  6
Fase terakhir adalah publikasi hasil. Sehubungan kerja praktik dilakukan di luar jam pelajaran membaca, kegiatan diserahkan kepada guru praktik. Gambar diharapkan selesai dengan baik. Sesuai dengan proses kreatif siswa diberi kebebasan berimajinasi. Fitur-fitur yang disediakan boleh diubah atau disesuaikan derngan minat siswa. Yang paling penting cerita bergambar sesuai dengan isi cerita yang diapresiasi. Hasil pekerjaan (produk)  dipublikasikan pada Web/atau blog dan majalah dinding untuk kepentingan publikasi siswa untuk dilombakan.

C.  Implementasi Kurikulum 2013  dalam Pembelajaran Membaca yang Apresiatif
      Kurikulum 2013 menuntut pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan       menyenangkan. siswa harus menjadi subjek belajar (student centre). Proses pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas. Guru  menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tertentu yang melibatkan sebanyak mungkin kemampuan peserta didik selama proses pembelajaran (student centered) dan pembelajaran tuntas (master learning). Dengan demikian, dapat dipilih metode-metode pembelajaran yang tepat demi tercapainya hasil melalui proses sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi. Pengelolaan Kelas yang baik dan menarik dapat didukung oleh beberapa faktor, yaitu:
a.    Guru yang professional
b.    Sikap mengajar yang mempengaruhi adanya pengertian bahwa:
1)   mengajar adalah ilmu mendidik
2)   mengajar adalah transaksi proses pembelajaran
3)   mengajar adalah teknologi
4)   mengajar adalah seni
c.    Metode pembelajaran yang dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir peserta didik, situasi kelas, dan bahan pembelajaran.
       Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
       Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). (Permendikbud Nomor 65  Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Kurikulum 2013)
   Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
       Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran  dikembangkan berdasarkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang digunakan adalah
1.  dari peserta didik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu;
2.  dari guru sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis
     aneka sumberbelajar;  
3.  dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan  ilmiah;
4.  dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5.  dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6.  daripembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan  jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7.  dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8.  peningkatandankeseimbanganantaraketerampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9.  pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai  pembelajar sepanjang hayat;
10.  pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11.  pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12.  pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah   siswa,
      dan di mana saja adalah kelas.
13.  Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan  efektivitas pembelajaran; dan
14.  Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik.
(Permendikbud, No 65 thn. 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah)
       Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses.
1.    Bahwa Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan dan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
2.       Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”.
3.  Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
4.       Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”
5.     Dimana hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
       Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Komptensi Inti dan kompetensi dasar SMK Kleas XII

4.  Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

4.1   Menginterpretasi makna teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik secara lisan maupun tulisan
4.2   Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang  koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan
4.3  Menyunting teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan
4.4   Mengabstraksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik  secara lisan maupun tulisan
4.5   Mengonversi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel ke dalam bentuk yang lain  sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1.  mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2.  sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3.  mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4.  memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
5.  kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar Mata pelajaran;
6.  kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7.  kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarMata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

       Berkaitan dengan  model pembelajaran membaca apresiasi sastra mengacu pada KTSP SMK mata pelajaran bahasa Indoensia pada kelas XII semester  pertama aspek menyimak dan membaca. Selanjutnya, materi pembelajaran didasarkan pada SK, KD, dan Indikator aspek membaca yaitu apresiasi sastra prosa fiksi. Konsep kecakapan hidup khusus di SMK yaitu “keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menhadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif “ (Pus Kur, 2006: 4). Keterkaitan life skill dengan model pembelajaran TTCRPBCB yang dikembangkan berkorelasi dengan kecakapan vokasional.
    Kecakapan vokasional sering pula disebut dengan kecakapan kejuruan. Artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan.tertentu yang terdapat di mayarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor dari pada kecakapan ilmiah.  Terdapat 3 aspek kecakapan hidup untuk kelas tingkat unggul yaitu potensi diri, bermayarakat, dan konteks bekerja. (Puskur, 2006: 4). Berkaitan dengan model pembelajaran TTCRPBCB, kecakapan vokasional sangat cocok dikembangkan di SMK dengan kompetensi keahlian multimedia, teknologi computer dan jaringa, dan seni grafis. Kejuruan berkaitan dengan dunia kerja (profesi) dengan yang diminati siswa berkaitan dengan animasi dan membuat cerita bergambar.
       Kompetensi Dasar vokasional:  “Kecakapan vokasional bidang pekerjaan tertentu; materi-materi dapat membantu siswa dalam memecahkan problema berbahasa yang mereka hadapi dan memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir dan profesi pada potensi siswa sesuai minat dan bakat.”
Dengan demikian Implementasi Kurikulum 2013 disekolah SMA/SMK yang benar-benar murni menggunakan Kurikulum 2013 mata pelajaran  Bahasa Indonesia dengan pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dan Integrasi Ke-3 Ranah. Jadi yang perlu serius digarap oleh sekolah sekarang ini baik yang menjadi sekolah sasaran atau tidak, adalah mengubah paradigma guru untuk mengadopsi model pembelajaran menuju ke arah penguatan sikap, keterapilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan Scientific Approach.
Pada SMK/MAK, Mata Pelajaran Kelompok Peminatan (C) terdiri atas:
a. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1);
b. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Program Keahlian (C2);
c. Kelompok Mata Pelajaran Paket Keahlian (C3).

Mata pelajaran serta KD pada kelompok C2 dan C3 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan industri.
(Permendikbud, No 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK)

Pada SMK/MAK, Mata Pelajaran Kelompok Peminatan (C) terdiri atas: (a) Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1); (b) Kelompok Mata Pelajaran Dasar Program Keahlian (C2); (c) Kelompok Mata Pelajaran Paket Keahlian (C3). Mata pelajaran serta KD pada kelompok C2 dan C3 ditetapkan untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan industri. (Permendikbud RI No 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK).

III.  Simpulan

    Proses estetis-reseptif kritis-kreatif dalam pembelajaran membaca apresiatif memiliki karakteristik pembelajaran (1) PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovetif Kreatif Efektif dan Menyenangkan); (2) Tercipta pembelajaran kolaboratif dan kooperatif yang mampu mendorong siswa untuk berbagi ide/gagasan; (3) Siswa dapat mencurahkan berbagai ide dan berimajinasi secara kritis dan kreatif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman  berapresiasi dan berekspresi sastra.  
       Kegiatan pembelajaran membaca apresiatif merupakan suatu tindakan dalam melakukan pengembangan kemampuan menuju suatu kondisi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran berarti suatu kegiatan yang direncanakan untuk mengubah suatu kondisi ke arah yang lebih baik. Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian masukan-proses-keluaran (input-proces-output) yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan. Perencanaan dalam suatu pembelajaran diartikan sebagai “a plan or pattern that can be used to shape curriculums (long-term course of studies), to design instructional materials, and to guide instructional in the classroom and other settings” (Joyce and Weil, 1986:1). 
       Model pembelajaran transformasi teks cerita rakyat melalui penguatan  bentuk cerita bergambar secara kreatif disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. Dengan demikian, siswa tidak merasa terbebani dalam melaksanakan pembelajaran. Siswa merasa senang berkompetisi membuat gambar, sehingga pembelajaran tidak membosankan. Model pembelajaran transformasi  teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar merupakan strategi pembelajaran yang dapat menstimulasi atau merangsang perkembangan kognitif. Proses tersebut erat kaitannya dengan pemahaman  apresiasi sastra. Penggunaan model pembelajaran transformasi  teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar  dalam pembelajaran membaca apresiatif diharapkan menciptakan suasana menyenangkan. Siswa dapat  lebih berkonsentrasi dalam membaca sastra, sehingga siswa tidak hanya dapat memahami isi cerita rakyat. Akan tetapi,  mampu menggali nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat.
       Dalam kegiatan ini dilakukan pencermatan terhadap kondisi awal siswa, kemudian diberikan suatu perlakuan yang melibatkan aktivitas gutu dan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Pada akhir kegiatan dilakukan pengukuran terhadap hasil suatu perlakuan. Oleh karena itu, variabel yang diteliti terdiri atas variabel konteks, variabel proses, dan variabel produk berdasarkan acuan variabel pembelajaran dari Dunkin dan Biddle (1975). Variabel tersebut dicermati sebagai variabel yang turut berpengaruh dalam menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran.  
       Model pembelajaran disusun berdasarkan penggabungan antara konsep transformasi teks sastra yang dikembangkan oleh Riffaterre (1978: 63) dan Pradotokusumo (1986: 63) dan konsep model pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986: 1), Ricards dan Rodgers (1986); serta isi dan susunan bahan ajar berdasarkan hasil kajian terhadap karakteristik, struktur, dan penyajian.
       Penyusunan dan penerapan model pembelajaran ini didasrkan atas kajian terhadap kesesuaian desain pembelajaran dengan kriteria penyusunan, urutan isi, dan susunan materi pembelajaran. Model ini diterapkan dalam pembeljaran membaca apresiatif sebagai upaya meningkatkan kemampuan membaca apresiatif. Kesesuaian antara langkah-langkah yang ditempuh guru dan siswa dengan prosedur pembelajaran didasarkan pada model pembelajaran transformasi teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar. Kesesuaian alat evaluasi dalam mengukur: (1) kemampuan membaca apresiatif siswa sebagai kegiatan estetik-reseptif dan kritis-kreatif; (2) kemampuan mentransformasi teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar, sebagai kegiatan produk; dan (3) kemampuan mengembangkan  karakter.
       Model yang telah disusun kemudian dilakukan uji coba penerapan model pembelajaran. Penerapan model diselaraskan dengan variabel konteks, variabel proses, dan variabel produk sesuai dengan acuan analisis variabel pembelajaran yang disampaikan oleh Gall et al. (2003). Kajian terhadap variabel konteks difokuskan pada kajian terhadap disain model pembelajaran; kajian variabel proses difokuskan pada kajian aktivitas guru dan siswa; dan variabel produk difokuskan pada kajian kemampuan siswa dalam mentransformasi teks cerita rakyat ke dalam  cerita bergambar.
Mengapapresiasi secara lisan dan tertulis pelajaran seni berbahasa dan pelajaran ilmiah sederhana
Berdasarkan Kompetensi dasar di atas dikembangkan Indikator Pencapaian Kompetensi sebagai berikut ini 1)     menyebutkan tokoh dan watak tokoh dalam cerita rakyat,
2)     mengungkapkan tema/amanat cerita rakyat,
3)     menjelaskan keteladanan dari tokoh cerita rakyat
4)     menjelaskan alur cerita rakyat,
5)     memberikan tanggapan terhadap konflik cerita, sikap tokoh utama,  dan nilai kehidupan masa lalu dalam cerita rakyat
6)    mengubah teks cerita rakyat ke dalam bentuk cerita bergambar, menyusun rangkaian alur gambar sesuai
     alur cerita, menginterpretasi teks ke dalam gambar.
       Indikator ke 6 termasuk ke dalam indikator pencapaian hasil belajar. Indikator tersebut  termasuk indikator kecakapan vokasional dalam kompetensi keahlian (kejuruan). Berdasarkan pada SK, KD, dan Indikator, maka dapat dilihat keterkaitan antara model pembelajaran dengan Kompetensi Dasar vokasional:  “Kecakapan vokasional bidang pekerjaan tertentu; materi-materi dapat membantu siswa dalam memecahkan problema berbahasa yang mereka hadapi dan memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir dan profesi pada potensi siswa sesuai minat dan bakat.”

IV.  Pustaka Rujukan

Abrams, M.H. 1976. The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and The  Critical Tradition. New York: Holt, Rinehart & Wiston.

Abrams, M.H. 1999. A Glossary of Literary Terms.  Seventh Edition. USA:  Heinle & Heinle, a division of Thomson Learning, Inc.

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Aminuddin (Ed.), 1990. Sekitar Masalah Sastra Beberapa Prinsip dan Model
Pengembangannya
. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.

Arends, Richard I. 2008. Learning  to Teach. Belajar untuk Mengajar. Buku Satu Terjemahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 Arends, Richard I. 2008.  Learning  to Teach. Belajar untuk Mengajar. Buku Dua Terjemahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brown, H. Douglas. 2001. Principles of Language Learning and Teaching. Second Edition San Fracisco State University: Longman.

Brown, H. Douglas. 2004. Language Assessment: Principles and Classroom Pratices. San Fracisco: Longman.

Brown, H. Douglas. 2007. Prinsip Pembelajaran dan  Pengajaran Bahasa. Terjemahan: Noor Holis dan Yusi Avianto Pareanom. Jakarta: Compliments of The Public Affairs Section U.S.Embassy.

Carnine, D, et.al. 1990. Direct Instruction Reading. Ohoi: Merril Publishing Company.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London-New Delhi: SAGE Publications.

Cox, C. 1999. Teaching Language Arts: A Student–and Response–Centered Clasroom. Boston: Allyn and Bacon.

Culler, Jonatahan.  2000. Literary Theory A Verry Short Introduction. New York:  by Oxford University Press Inc.

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum

Damono, Sapardi Djoko. 2012. Alih Wahana. Jakarta: Editum.

Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia. Jakarta : Graffiti Press.

Depdiknas. 2005. Kelompok Kerja Pengembang Bahasa Indonesia SMK Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta:  Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Depdiknas. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa

Depdiknas. 2013. Permendiknas Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Ditjen Dikdasmen. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup Pendidikan Nonformal. Jakarta: Depdiknas.

Dunkin dan Biddle. 1975.  Educational Research. New York: Allynand Bacon.

Eagleton, Terry.1983. Literary Theory An Introduction. England: Basil Blackwell Publisher Limited.

Eagleton, Terry. 2008. Literary Theory An Introduction. (Teori Sastra Pengantar Komprehensif) (Edisi Terbaru). Terjemahan Harfiah Widyawati dan Evi Setyarini. Yogyakarta dan Bandung: Percetakan Jalasutra.

 Esten, Mursal. (ed.) 1992.  Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan.  Bandung: Angkasa.

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia. Respond an Analisis. Jakarta: Depdiknas.
Harjasujana, A. S. et.al. 1988. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Karunika
Harjasujana, A.S. dan Vismaia S. Damaianti. 2003. Membaca dalam Teori dan Praktik. Literasi membuat orang makin berarti. Membaca membuat orang makin berjaya. Bandung: Mutiara.

Iser, Wolfgang. 1987. The Act of Reading. Baltimore and London: The Johns Hopkins University Press.

Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (1986) Models of Teaching. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs.

Joyce, B. et al. 2001. Models of Teaching. New York: Allyn and Bacon.
Joyce, Bruce dan Marsha Weil. Emily Calhoun 2011. Models of Teaching. (Edisi Kedelapan Cetakan Kedua) (Terjemahan Ahmad Fawaid dan Zuhri Qudsy). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Lefevere, A. 1977. Literary Knowledge: A Polemical and Programmatic Essay on Its Nature, Growth, Relevance and Transmition. Amsterdam: Van Gorcum, Assen.

Luxemburg, Jan van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Moody, H. L. B. 1971. Longman Handbooks for Language Teachers. The Teaching of Literature.London: Longman Group Ltd.

Moody, H. L. B. 1974. The Teaching of Literatur. London: Longman Group Ltd.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pertiwi, P. 2006. Apresiasi Prosa Fiksi. Bandung: Unpas.
Pradopo, Rachmat Djoko,. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Pudentia. MPSS.  1992. Transformasi Sastra Analisis atas Cerita Rakyat ”Lutung Kasarung”. Jakarta : Balai Pustaka.

Pudentia. MPSS. Editor. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan.

Pusat Kurikulum. 2006. Pengembang Model Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Puskur.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-Unsur      Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Richard dan Rodgers 2001. Approach, Method, and Technique Teaching Language. New York: Allynand Bacon.

Richard, Jack dan Theodore S. Rodger (1986)  Approaches and Methods in Language Teaching. London: Cambridge Language Teaching Library.

Riffaterre, M. 1978. Semiotics of Poetry. ‘Penciptaan Teks’ Diterjemahkan Oleh Suminto A. Sayuti. London : Routledge &  Kegan Paul.

Riffaterre, M. 1978. Semiotics of Poetry. London : Routledge &  Kegan Paul.

Riffaterre, Michael. 1984. Semiotics of Poetry. Advances in Semiotics. General Editor. Thomas A. Sebeok. Bloomington: Indiana University Press.

Rusyana, Y. 1979. Novel Sunda Sebelum Perang. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rusyana, Y. 1983. Metode Pengajaran Sastra. Bandung:Gunung Larang.

Rusyana, Y. 1999. Sastra Klasik Milik Bangsa Indonesia. Media Indonesia,    Tanggal 30 Desember 1999.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Membaca Ekspresif.  Bandung: Penerbit Angkasa.

Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Penerbit Angkasa.

Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Educational Psychology. Buku1. Jakarta: Salemba Humanika.

Sedyawati, Edi. 2008. Kebudayaan dan Keindonesiaan. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Segers, Rien T. Evaluasi Teks Sastra. 2000. Diterjemahkan oleh Suminto A. Sayuti. Yogyakarta: AdiCinta.

Silberstein, S. 1994. Techniques and Resources in Teaching Reading.  New York: Oxford University Press.

Slavin, Robert E. 2011  Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jilid 1. Terjemahan. Jakarta: PT Indeks.

Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jilid 2. Terjemahan. Jakarta: PT Indeks.

Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Syahrial. 2007. “Tentang Pengajaran Sastra Lama di Sekolah”. Makalah pada Seminar Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Depok.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta : Gramedia.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya Girimukti Pustaka.

Teeuw. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar  Teori Sastra. Jakarta:  Pustaka Jaya.

Thomas and Robinson. 1986. Improving Reading in Every Class. Boston: Allyn and Bacon.

Tierney, R.J. et.al. 1991. Portofolio Assessment in the Reading-Writing Classroom. Norwood: Christoper-Gordon Publishers.

Tierney, R.J. et.al. 1995. Reading Strategies and Practices. Boston: Allyn and Bacon.

Valdes, M.J. 1987. Phenomenological Hermeneutical Hermeneutics and the Study of Literature. London: University of Toronto Press.

Wellek, R. dan Warren, A. 1956. Theory of Literature. New York: Harcout, Barance and Company.
 (Permendikbud, No 65 Tahun 2013 Tantang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah).