PERWUJUDAN KURIKULUM 2013
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA YANG APRESIATIF DI
SMK KELAS XII
ABSTRAK
Pembelajaran membaca
apresiatif termasuk ke dalam kegiatan membaca pemahaman. Kegiatan ini
melibatkan kepekaan dan kecakapan mengolah bacaan secara estetis-reseptif dan
kritis-kreatif. Pembaca menjelajah
imajinasi pengarang untuk beroleh pemahaman dan pengalaman yang bermakna dari
bacaan. Beberapa
model pembelajaran membaca pemahaman yang dikemukakan ahli meliputi tahapan prabaca, saatbaca, dan
pascabaca. Pada tahapan pascabaca siswa mengaktifkan kemampuan berpikirnya. Kegiatan
yang dapat dilakukan
pada tahapan
ini, misalnya menguji kembali cerita, menceritakan
kembali, membuat gambar, diagram, ataupun peta konsep bacaan, serta membuat
peta perjalanan yang menggambarkan peristiwa. Kegiatan lain yang dapat dilakukan
siswa adalah mentransformasikan teks cerita melalui penguatan bentuk
cerita bergambar. Pembelajaran membaca
apresiatif menekankan pada
pemberian kesempatan dan dorongan kepada siswa
untuk membaca karya-karya sastra yang diminati. Pembelajaran membaca
apresiatif memberi peluang kepada siswa untuk menemukan kesenangan atau
kenikmatan membaca. Kegiatan apresiasi satra dalam pembelajaran membaca akan
menjadi wahana penikmatan/pemahaman karya-karya sastra.
Pembelajaran membaca apresiatif merupakan proses
estetis-reseptif dengan menekankan kegiatan membaca kritis-kreatif. Siswa
menjelajahi imajinasi pengarang dalam teks yang dibaca. Secara metakognitif siswa memahami, menangggapi, dan
menggali ide pengarang dalam teks. Siswa
merespons, mengkritisi, dan mengevaluasi ide-ide pengarang dalam teks. Pada
tahap pascabaca siswa dapat mentransformasi teks ke dalam bentuk lain (teks baru).
Tujuan strategi ini membekali siswa untuk memahami makna cerita, menggali ide, merespon secara kritis, dan
secara kreatif menuangkan kembali ide cerita. Strategi membaca estetis-reseptif
kritis-kreatif ini menggamit ranah kognitif,
apektif, dan psikomotor ke arah literasi membaca kritis-kreatif dan
menulis kreatif.
Konsep
inti Kurikulum 2013 menggambarkan kerangka konseptual kegiatan belajar mencakup pengembangan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.
Pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi. Sesuai
dengan Standar Kompetensi Lulusan sasaran pembelajaran mencakup pengembangan
ranah sikap yang diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan. Ranah
pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Kesesuaian konsep
inti kurikulum 2013 di SMK kelas XII tampak pula pada standar kompetensi yang diarahkan
pada Kompetensi
keterampilan yang sesuai dengan standar industri (menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta
kebutuhan dunia usaha dan industry.
Kata
Kunci:
Pembelajaran
Membaca Apresiatif, Proses Estetis-Reseptif
Kritis-Kreatif, SMK Kelas XII, Kurikulum
2013
I. Pendahuluan
Membaca
apresiatif adalah proses pengolahan bacaan (karya sastra) secara kritis kreatif
yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman bersifat
menyeluruh. Dari
proses memahami bacaan, apresiator memberikan penilaian
terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan. Dengan kata lain, membaca
adalah suatu upaya menerapkan kecakapan dalam mengolah bacaan secara
kritis-kreatif untuk memahami isi bacaan secara menyeluruh serta mampu
mengambil manfaat dari apa yang dibacanya itu secara tepat.
Membaca merupakan
kegiatan mereaksi dan membaca adalah kegiatan yang cukup kompleks. Aminuddin
(1987: 16) menyatakan bahwa membaca
apresiatif disebut kompleks karena membaca melibatkan berbagai aspek, baik
fisik, mental, serta bekal pengalaman/pengetahuan maupun aktivitas berpikir dan
merasa. Dalam membaca, keseluruhan aspek itu terproses untuk mencapai tujuan
tertentu melalui tahapan (1) persepsi, (2) rekognisi, (3) komprehensi, (4)
interpretasi, (5) evaluasi, dan ( 6) kreasi atau utilisasi. Dengan demikian proses
membaca apresiatif (kreatif)
merupakan suatu proses membaca yang dilakukan tidak
hanya melakukan analisis, tetapi juga sintetis; bukan hanya memahami apa yang
tersurat, tetapi juga yang tersirat. Ini,
menunjukkan adanya aktivitas metakognitif
dalam aktivitas esteti-reseptif
kritis-kreatif.
Pembelajaran membaca yang apresiatif memiliki karekteristik sama dan
sejalan dengan karakteristik pembelajaran pemrosesan informasi, yang menekankan
kegiatan membaca kritis-kreatif. Proses pembelajaran ini menekankan aktivitas menggali, memahami, menanggapi,
menggkritisi, mengevaluasi, dan menghargai, sampai pada menghayati, dan
menikmati. Sesuai
dengan pendapat Joice & Weil (2009: 252) subrumpun sinektik berdasar pada psikologi kreativitas pendapat
Gordon (Joice & Weil, 2009: 252); Arends (2008: 16); dan Satrock (2012:
351) yang menyatakan bahwa aktivitas metakognitif
mengembangkan kognisi sebagai proses aktif, kritis, dan kreatif. Joyce & Weil (2011: 7)
menyatakan bahawa model pengajaran sebenarnya adalah model pembelajaran, karena tujuan pengajaran adalah
membantu siswa memperoleh informasi,
ide-ide, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai,
cara-cara berpikir, alat-alat untuk mengekspresikan diri, serta cara-cara
belajar. Sesungguhnya tujuan jangka panjang
pengajaran yang terpenting adalah agar siswa mampu meningkatkan kemampuan belajar ke arah lebih mudah
dan efektif, karena pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai telah diperoleh
siswa melalui proses belajar.
Kurikulum 2013 memiliki kerangka
konseptual kegiatan belajar pada ranah sikap yang diperoleh melalui aktivitas
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Ranah pengetahuan
diperoleh melalui aktivitas mengingat menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
dan mencipta. Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Proses belajar ini sejalan
dengan pembelajaran pemrosesan informasi dengan strategi sinektik yang mengajak
siswa
mengolah, menggali informasi termasuk kategori ini adalah pembelajaran menyelesaikan
masalah, berpikir kritis, dan mengembangkan kreativitas (Slavin, 2011: 25). “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” (Permendikbud,
No 65 Tahun 2013 Tantang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah).
Kerangka
konseptual kurikulum 2013 memiliki keterikatan yang sangat erat dengan konsep
model pembelajaran perosesan informasi yang dikemukakan Joyce &Weil,
strategi sinektik pendapat Arends dan Slavin. Pada tataran praktis keterikatan
ini tampak pada standar proses ranah keterampilan melalui aktivitas mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. hal ini sejalan pula dengan
pembelajaran membaca apresiatif dengan strategi (proses)
estetis-reseptif kritis-kreatif. Hasil pembelajaran (kegiatan pascabaca) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan, cita-cita, kecintaan,
kerinduan, keprihatinan, dan berbagai pikiran dalam wujud kreasi
siswa. Kreativitas siswa akan lebih bermakna, apabila pada pascabaca
siswa mencoba mentransformasi teks melalui penguatan visualisasi.
II. Pembahasan
A. Konsep Estetis-Reseptif Kritis-Kreatif dalam Membaca Apresiatif
“Karya sastra
adalah sebuah objek estetis yang mampu membangkitkan pengalaman estetis pembaca. Apresiator (pembaca) menilai kesastraan karya sastra berdasarkan krtiteria estetis….” (Wellek,
1989: 321). Pengalaman estetis pembaca akan diperoleh melalui interpretasi
dalam proses reseptif membaca. Selanjutnya, Segers (2000: 35-47) menyatakan bahwa secara metodologis estetika
resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra karena ia berpandangan bahwa sebuah teks sastra
seharusnya dipelajari sehingga
memunculkan reaksi pembaca. Dalam uraiannya, Segers memetakan
estetika resepsi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) konsep umum estetika resepsi, (2)
penerapan praktis estetika resepsi, dan (3) kedudukan estetika resepsi dalam
tradisi studi sastra
Estetika dalam karya sastra
memainkan peran yang sangat penting. Keindahan, demikian kata Plato (Teuw, 1988: 347)
berada pada dunia ide-ide. Seni sebagai suatu keindahan sudah berabad-abad
menjadi dasar ajaran estetika. Jausz (Teuw, 1988: 348) berpendapat bahwa
keindahan yang mutlak tidak dapat terjangkau manusia. Akan tetapi, keindahan dapat didekati lewat pemikiran dunia dan ide dengan harmoni yang ideal. Estetika dunia Barat berkonsekuensi pada
pengabdian seni filsafat dan etika. Dengan demikian, estetika memberikan
perspektif pada pengkajian sastra secara semiotik. Perkembangan estetika secara
mutlak objeknya berada pada karya seni sedangkan pengalaman estetika berada pada penikmat (pendengar, penonton, dan pembaca).
Secara universal teori estetika menjadi sebuah pendekatan karya sastra. Oleh
karena itu, pendekatan estetis menjadi tempat dalam penelitian sastra.
Estetika pada
suatu teks sastra menjadi media pengarang dalam mengajak pembacanya memasuki
dunia imajinatif kreatif.
Ketika imajinasi pembaca mencoba menjelajah sebuah teks, maka pembaca berupaya
mendekati nilai-nilai estetis.
Pendekatan terhadap suatu teks sastra tidak sebatas mendekati
simbol-simbol semiotika. Akan tetapi, pembaca
berupaya meresepsi secara keseluruhan isi
teks. Pendekatan estetis merupakan bentuk kegiatan pembaca untuk
mencapai penafsiran (pemahaman).
Resepsi adalah suatu penafsiran
penikmat (pendengar, penonton, pembaca) terhadap sebuah karya. Sebagaimana yang
dikemukakan Endraswara (2002: 158) melalui resepsi karya
sastra, pembaca sering berimajinasi lain ketika menyikapi karya sastra. Kondisi
kejiwaan pembaca juga seringkali memengaruhi daya kritisnya. Selanjutnya, resepsi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami karya sastra melalui penerimaan pembaca, baik
pembaca yang sezaman dengan penulis, maupun yang berturut-turut pada sesudah masa penciptaannya (Teeuw, 2003: 269). Selden (1986: 112-120) menjelaskan, bahwa dalam
pendekatan resepsi dikenal beberapa istilah pembacaan antara lain: concretization (Fellix Vodicka), horizon
harapan (Hans Robert Jausz),
pembaca implisit (Wolfgang, Izer), dan konvensi pembacaan. “…various conventions or expectations are
brought into play, connections are posited, and expectations defeated or
confirmed. To interpret a work is to
tell a story of reading.” (Culler, 2000: 63) bahwa konvensi
diharapkan sebagai wilayah kerja antara harapan, kegagalan atau memperkuat.
Penafsiran sebagai pekerjaan pembaca
sastra. Selanjutnya “Thinking about
readers and the way they make sense of literature has led to what has been
called ‘readerresponse criticism’, which claims that the meaning of the text is
the experience of the reader.” (Culler, 2000: 63). Vodicka menganggap bahwa dalam karya sastra ada ruang kosong yang bebas dapat diisi sesuai
dengan kondisi sosial pembacanya, sedangkan Jausz memandang bahwa horizon
harapan pembaca (horizon of expectations)
akan memungkinkan terjadinya penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca
terhadap teks sastra yang dibacanya.
Sekaitan dengan teori resepsi, Iser (1987:
ix-xii; 54) mengemukakan konsep keterkaitan teks, pembaca, dan interaksinya yaitu terdapat hubungan dialektis antara
teks, pembaca, dan interaksinya.
Selanjutnya, Iser (1987: 20 dan 54),
menyebutnya sebagai respon estetis sebab walaupun pusat perhatiannya sekitar
teks, tetapi mengarahkan persepsi dan imajinasi pembaca dalam rangka melakukan
penyesuaian dan bahkan membedakan fokusnya. Konsep dialektika respon estetik,
interaksinya dapat dicermati melalui pengertian implied reder, literary
repertoire, dan literary strategies Implied reader merupakan model,
rol, dan standpoint yang membuat pembaca sebagai real reader menyusun makna teksnya. Repertoire
merupakan seperangkat norma sosial, historis, dan budaya yang dipakai untuk
membaca yang dihadirkan oleh teks dan merupakan semua wilayah familiar dalam
teks berupa acuan kepada karya-karya yang ada lebih dahulu.
Dalam teori resepsi
sastra, pembaca mencoba menjelajahi imajinasi pengarang, dengan penuh gairah,
kegembiraan, dan ketegangan sampai pada penikmatan. Sebagaimana Eagleton (1983: 82-83) menyatakan
…the raeder simply … cougth up in this
exuberant dance of language, delighting
in the texture of words themselves, the reader know less the purposive
pleasures of building a coherent system
, building textual elements masterfully
together to shore up a unitary self. Than the masochistic thrills of felling
that self shattered and dispersed throught the tangled webs of the work
itself.”
Secara teoretis membaca apresiatif
memiliki makna membaca estetis-reseptif dan membaca kritis-kreatif. Melalui
proses ini, pembaca diberi kebebasan
meginterpretasi isi bacaan berdasarkan skemata pembaca. Melalui proses
ini pembaca dapat menjelajah imajinasi pengarang sehingga
pembaca dapat megonkretkan isi bacaan
(cerita) sesuai dengan keinginan dan kreativitas pembacanya. Segers (2000: 35-47) mengatakan bahwa secara
metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra
karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya dipelajari (terutama)
dalam kaitan dengan reaksi pembaca. Kata kunci dari konsep yang diperkenalkan
Jauss adalah “rezeptions und
wirkungsasthetik“ tanggapan dan efek”. Menurutnya, pembacalah
yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra.
Usaha untuk memahami karya sastra akan
bergantung pada pertanyaan yang ditimbulkan oleh lingkungan budaya pembacanya.
Menurut Izer (Culler, 2000: 63) resepsi sastra hendaknya terfokus pada
pembaca implisit bukan pembaca konkrit. Pembaca implisit akan dapat menentukan
sikapnya dalam menghadapi teks, dan memungkinkan adanya komunikasi dengan teks
yang dibacanya. Setiap
pembaca akan memiliki penafsiran yang berbeda terhadap karya sastra. Meskipun
penafsirannya berbeda, pembaca tetap mengikuti perangkat konvensi penafsiran
sastra yang sama.
Dari berbagai pendapat
ahli di atas (Iser,
Culler, Selden, dan Segers) disimpulkan bahwa pendekatan resepsi memiliki garis besar
sebagai berikut: (1) bertolak dari hubungan antara teks sastra dan bagaimana
reaksi pembacanya; (2) pengongkritan makna teks dilakukan melalui tanggapan
pembacanya, sesuai dengan horizon harapannya; (3) imajinasi pembaca
dimungkinkan oleh keakrabannya dengan sastra, kesanggupannya dalam memahami
keadaan pada masanya juga masa-masa sebelumnya; dan (4) melalui kesan, pembaca
dapat menyatakan tanggapannya terhadap suatu karya yang dibacanya.
Sumardjo (2000: 80) menyatakan “Kreativitas adalah suatu
kondisi, suatu sikap, atau keaadaan mental yang
sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin dirumuskan. Kreativitas adalah
kegiatan mental yang sangat individual yang merupakan manisfestasi kebebasan
dirinya secara mutlak.” Selanjutnya Sumardjo (2000: 86)
menyatakan “dalam kesenian, kreativitas
dapat ditunjukkan pada kenyataan faktual
yang diungkapkan karya seni lewat aspek ekstrinsik (moral, sosial, politik,
teknologi, kejiwaan, dll.) dan juga pada
tradisi estetik (aspek intrinsik) seni itu
sendiri. Karya sebagai bagian produk seni, dapat dikatakan sebagai produk
kreatif pengarangnya”.
Ratna (2011: 15) berpendapat
“Proses
kreatif adalah aktivitas yang sepenuhnya disadari oleh subjek, proses kreatif
merupakan akumulasi pengalaman-pengalaman masa lampau seperti dilihat melalui
kehidupan sekarang, hari ini.” Selanjutnya, Ratna
(2011:
15) menyatakan
“Proses kreatif adalah eksploitasi alam ketaksadaran ke alam sadar, ke dalam
bentuk tulis. Proses
kreatif didominasi oleh imajinasi, tetapi perlu dipahami bahwa menurut visi
kontemporer imajinasi bukan semata-mata proses individual melainkan
transindividual, imajinasi yang juga diimajinasikan oleh orang lain”. Dengan demikian, sebuah
karya (seni)
sastra merupakan produk kritis-kreatif seorang pengarang terhadap kenyataan
hidup (fenomena) yang dilihat dan dirasakan seseorang (pengarang).
Dalam studi analisis sastra, kritik
sastra merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan pembaca terhadap sebuah
karya sastra. Dalam proses estetis-reseptif, seorang apresiator (pembaca)
melakukan penyelidikan terhadap nilai-nilai esktrinsik dan intrinsik karya
sastra. Sebagaimana dikemukakan oleh
Pradopo (1997: 9) “Kritik sastra ialah ilmu sastra yang berusaha
menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi
pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidaknya.” Abrams dalam Pradopo
(1997: 11) “Kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan pendefinisian,
penggolongan (pengelompokan),
penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi)”. Berdasarkan pendekatannya
terhadap karya sastra, Abrams (Pradopo,
1997: 26) membagi kritik sastra ke dalam empat tipe: kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik
ekspresif, dan kritik objektif.
B. Pembelajaran
Membaca yang Apresiatif
Brown (2001: 69) menyatakan
konsep
kompetensi komunikatif dengan pendekatan fungsional pengajaran bahasa,
Given that communicative competence is the goal of a
language classroom, instruction needs to point toward all its components:
organization, pragmatic, strategic, and psychomotor. Communcative goals are
best achieved by giving due attention to language use and not just usage, to
fluency and not just accuracy, to authentic language and contexts, and
students’eventual need to apply classroom learning to previously unrehearsed
contexts in the real world.
Pembelajaran bahasa memiliki
tujuan kompetensi komunikatif, memperkenalkan, dan memerlukan semua komponen pembelajaran bahasa. Untuk
mencapai suatu komunikasi yang terbaik yaitu dengan memberikan arahan apa yang
harus diperhatikan dalam berbahasa. Selain itu, siswa memerhatikan
kepantasan pemakaian, kefasihan, dan ketepatan
dalam konteks yang sebenarnya. Pada akhirnya, siswa memerlukan aplikasi dalam
pembelajaran di kelas dan untuk penggunaan dalam konteks dunia.
Pembelajaran membaca
apresiatif diarahkan pada suatu pendekatan apresiasi sastra. Pembelajaran
diarahkan pada aktivitas siswa melakukan resepsi dan interpretasi (penafsiran)
terhadap suatu teks. Berkaitan dengan hal ini, Luxemburg (1984: 62) “Penafsiran
ialah suatu bentuk khusus mengenai laporan penerimaan. Sama seperti penerimaan
biasa, pembaca menafsirkan dan
mengartikan sebuah teks, tetapi tafsiran-tafsiran selalu disusun secara
sistematik … tafsiran termasuk ke dalam bidang kritik sastra.” Dalam kegiatan
pembelajaran membaca apresiatif siswa diarahkan untuk memiliki kepekaan
terhadap karya sastra. Siswa diarahkan pada proses estetis-reseptif,
kritis-kreatif, dan memberi respon terhadap karya sastra. Siswa diberi
kesempatan untuk menuliskan kembali apa yang dinikmati, dihayati, dipahami, dan
interpretasi dari cerita. Interpretasi
dan pemahamannya terhadap alur, latar, tema, tokoh, konflik antartokoh, dan pemecahannya (resolusi) cerita dibacanya.
Sejalan dengan
pendapat Segers pada penerapan praktis
estetika reseptif merupakan proses praktis dalam pembelajaran membaca
apresiatif yang perlu dikembangkan. Beberapa alasan peneliti. Pertama, pemetaan ini menjadi salah satu pendekatan
ke arah penggalian interpretasi siswa untuk menemukan makna cerita rakyat. Aspek proses
estetis-reseptif dalam membaca apresiatif menjadi acuan pertama ke arah
kemampuan mentransformasi teks. Kedua, pendekatan estetis-resepsi memiliki garis
besar sebagai berikut: a) bertolak dari hubungan antara teks sastra dan
bagaimana reaksi pembacanya; b) pengongkritan makna teks dilakukan melalui
tanggapan pembacanya, sesuai dengan horizon harapannya; c) imajinasi pembaca
dimungkinkan oleh keakrabannya dengan sastra, kesanggupannya dalam memahami
keadaan pada masanya juga masa-masa sebelumnya; dan d) melalui kesan, pembaca
dapat menyatakan tanggapannya terhadap suatu karya yang dibacanya
Tujuan umum model The Information Processing Family Of Models ialah membantu siswa
mengembangkan kreativitasnya dalam mengolah informasi yang
diperoleh melalui kegiatan membaca. Dalam hal ini, pengembangan kemampuan membaca apresiatif melalui kerja
kreatif (membaca dan menulis
kreatif). Konsep pengolahan
informasi (the information processing)
termasuk ke dalam teori belajar kognisi yang dikemukakan Slavin (2011: 217-218) bahwa poses kerja memori
ketika menerima rangsangan akan memunculkan persepsi yang melibatkan penafsiran
pikiran, pengalaman, pengetahuan, motivasi, dan minat, bahkan imajinasi.
Informasi yang dipahami dan diberi
perhatian kemudian dipindahkan dan
disimpan memori penyimpanan. Informasi yang tersimpan selanjutnya diolah dan
ditanggapi, untuk menarik kesimpulan
dalam konteks verbal atau visual.
Proses kerja pengolahan informasi
merupakan proses kerja pikiran dan perasaan.
Slavin (2011: 243-245) menyatakan bahwa dalam pembelajaran verbal
terdapat di antaranya pembelajaran visualisasi gambar ke dalam pikiran untuk
meningkatkan memori. Banyak teknik memori yang
didasarkan pada pembentukan citra mental untuk membantu mengingat hubungan.
Salah satu metode untuk meningkatkan memori dengan menggunakan penggambaran
ialah dengan menciptakan cerita untuk
menggabungkan informasi. Faktor yang membuat informasi bermakna adalah
informasi yang mengandung makna lebih mudah dipelajari.
Sejalan dengan pendapat Slavin dan Santrock (2012: 351), Joice and Weil,
mengemukakan bahwa pendekatan pemrosesan
informasi (information-processing
approach) menekankan bahwa anak-anak memanipulasi informasi, memonitor, dan
menyiasati. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan pikiran. Bertemali dengan pendekatan perosesan
informasi, Allan Paivio (Santrock, 2012: 362) juga, berpendapat bahwa memori
disimpan dalam dua cara: sebagi kode verbal atau sebagai kode gambar atau melalui
gambaran dalam pikiran. Semakin detail khusus kode gambar, semakin baik memori
terhadap informasi tersebut. “… mendorong anak-anak untuk menggunakan imajinasi guna
mengingat informasi verbal,
anak-anak yang lebih besar akan berhasil lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang lebih muda. Pendekatan
pemoresasan informasi menjadi salah satu pendekatan yang dapat diterapkan
sebagai pendekatan pembelajaran membaca apresiatif. Berdasarkan sudut pandang teori kreativitas bersastra,
model ini berorientasi pada teori membaca sastra dan teori belajar mengajar membaca apresiatif yang
berorientasi pada peranan siswa. Secara
kooperatif
siswa melakukan pengkajian
estetis, pemahaman kritis, dan
penuangan kreativitas imajinatif. Proses kerja pembelajaran model pemrosesan informasi
(information processing family) merupakan pembelajaran yang efektif dalam membaca apresiatif dengan strategi (proses) estetis-reseptif
kreatif.
Fase 1
Pengenalan Karya. Siswa
menerima informasi karya yang akan dibahas serta menerima informasi tentang
prosedur pembelajaran yang akan dilakukannya. (tahap pengenalan naskah cerita
rakyat). Guru memberikan informasi tentang cerita yang akan ditransformasikan
dan langkah kerja transformasi teks.
Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
2. Fase
Mengkaji Struktur Karya.
Siswa membaca apresiatif (mengapresiasi karya sastra) yang diberikan guru baik
secara pragmentaris, ringkasan cerita, atau penyederhanaan cerita. untuk menentukan
unsur intrinsik tokoh/penokohan, latar cerita, alur cerita, tema, dan amanat. Dalam kelompoknya siswa mengapresiasi untuk
menemukan nilai-nilai moral, sosial, dan nilai pendidikan dalam cerita.
3. Fase
Fase 3. Secara kolaboratif dan kooperatif siswa
mendiskusikan unsur intrinsik (tokoh/penokohan, latar, alur, tema dan amanat,
serta nilai moral, sosial, pendidikan).
Selanjutnya siswa berbagi tugas mengerjakan LKS dan membuat perencanaan (langkah)
mentransformasi teks cerita. Kolaborasi
kreasi transformasi teks melakukan kegiatan mengubah karya sastra yang
dibuatnya menjadi bentuk gambar atau visual sesuai dengan langkah: (1)
perencanaan (sesuai urutan tabel), (2) menyusun Skenario, panduan
fitur-fitur gambar (karakter tokoh, latar adegan, dan balon kata), (3) me-lay out
gambar, narasi, dan balon kata.. Desain transformasi seperti terlihat pada
gambar berikut ini.
Fase 4
Fase 4 dilaksanakan di ruang kerja praktik di luar jam
pelajaran. Pada tahap ini siswa secara berkelompok saling mengomentari gambar yang dibuat
kelompok lain. Dengan bimbingan guru praktik siswa mendiskusikan fitur-fitur
gambar yang sesuai dengan karakter dalam cerita. Pada fase ini siswa
menyempurnakan, menyusun gambar, dan melengkapi dengan adegan, dan balon kata
sesuai alur cerita.
Fase 5
Pada fase ini berkaitan
dengan revisi dan editing gambar berdasarkan masukan dari kelompok lain dan
guru. Kegiatan praktik dilaksanakan sampai dengan batas jadwal kegiatan praktik
(mulai pukul 14.00 sampai selesai). Secara berkelompok siswa memperbaiki hasil kerja estetis kreatifnya
dengan bimbingan dan pantauan guru.
Fase 6
Fase terakhir adalah
publikasi hasil. Sehubungan kerja praktik dilakukan di luar jam pelajaran
membaca, kegiatan diserahkan kepada guru praktik. Gambar diharapkan selesai
dengan baik. Sesuai dengan proses kreatif siswa diberi kebebasan berimajinasi.
Fitur-fitur yang disediakan boleh diubah atau disesuaikan derngan minat siswa.
Yang paling penting cerita bergambar sesuai dengan isi cerita yang diapresiasi.
Hasil pekerjaan (produk) dipublikasikan
pada Web/atau blog dan majalah dinding untuk kepentingan publikasi siswa untuk
dilombakan.
C. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Membaca yang Apresiatif
Kurikulum 2013 menuntut pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. siswa harus menjadi subjek belajar (student centre). Proses
pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas.
Guru menyampaikan bahan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran tertentu yang melibatkan sebanyak mungkin
kemampuan peserta didik selama proses pembelajaran
(student centered) dan pembelajaran tuntas (master learning). Dengan demikian, dapat dipilih metode-metode
pembelajaran yang tepat demi tercapainya hasil melalui proses sesuai dengan
tujuan atau standar kompetensi. Pengelolaan Kelas yang baik dan menarik dapat
didukung oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Guru yang professional
b. Sikap mengajar yang mempengaruhi adanya
pengertian bahwa:
1) mengajar adalah ilmu mendidik
2) mengajar adalah transaksi proses
pembelajaran
3) mengajar adalah teknologi
4) mengajar adalah seni
c. Metode pembelajaran yang dikembangkan
hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir peserta didik,
situasi kelas, dan bahan pembelajaran.
Karakteristik pembelajaran pada setiap
satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi.
Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran
pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual
tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat
kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan,
sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah
kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang
berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta.
Keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, dan mencipta”.
Karaktersitik kompetensi beserta
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning). (Permendikbud
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Kurikulum 2013)
Ranah
sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi
ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah
peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan
dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran
dikembangkan berdasarkan standar proses yang mencakup perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang digunakan adalah
1. dari peserta didik diberi tahu menuju
pesertadidik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber
belajarmenjadi belajar berbasis
aneka sumberbelajar;
3. dari pendekatan tekstual menuju proses
sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah;
4. dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasis kompetensi;
5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu;
6. daripembelajaran yang menekankan jawaban
tunggal menuju pembelajaran dengan
jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. dari pembelajaran verbalisme menuju
keterampilan aplikatif;
8. peningkatandankeseimbanganantaraketerampilan
fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik sebagai
pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai
dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing
madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani);
11. pembelajaranyang berlangsung di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat;
12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa
siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa,
dan di mana saja adalah kelas.
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan individualdan latar
belakang budaya peserta didik.
(Permendikbud,
No 65 thn. 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah)
Terkait dengan prinsip di atas,
dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
proses.
1. Bahwa
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi.
2. Ranah
sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa”.
3. Ranah
keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu bagaimana”.
4. Ranah
pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu apa.”
5. Dimana
hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik (soft skills) dan
manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia.
Komptensi
Inti dan kompetensi dasar SMK Kleas XII
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta
dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan
kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
4.1 Menginterpretasi makna teks cerita
sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik
secara lisan maupun tulisan
4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita,
iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks
baik secara lisan maupun tulisan
4.3 Menyunting teks cerita sejarah, berita,
iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel sesuai dengan struktur
dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan
4.4 Mengabstraksi teks cerita sejarah, berita,
iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik secara lisan maupun tulisan
4.5 Mengonversi teks cerita sejarah, berita,
iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel ke dalam bentuk yang
lain sesuai dengan struktur dan kaidah
teks baik secara lisan maupun tulisan
|
Kurikulum
2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1.
mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual
dan psikomotorik;
2. sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang
memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa
yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
4.
memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
5. kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi
inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar Mata pelajaran;
6. kompetensi inti kelas menjadi unsur
pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua
kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7. kompetensi dasar
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced)
dan memperkaya (enriched) antarMata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).
Berkaitan dengan model pembelajaran membaca apresiasi sastra
mengacu pada KTSP SMK mata pelajaran bahasa Indoensia pada kelas XII
semester pertama aspek menyimak dan
membaca. Selanjutnya, materi pembelajaran didasarkan pada SK, KD, dan Indikator
aspek membaca yaitu apresiasi sastra prosa fiksi. Konsep kecakapan hidup khusus di SMK yaitu “keterampilan atau kemampuan
untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang
mampu menhadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih
efektif “ (Pus Kur, 2006: 4). Keterkaitan life
skill dengan model pembelajaran TTCRPBCB yang dikembangkan berkorelasi
dengan kecakapan vokasional.
Kecakapan vokasional sering pula disebut
dengan kecakapan kejuruan. Artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang
pekerjaan.tertentu yang terdapat di mayarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok
bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan
psikomotor dari pada kecakapan ilmiah.
Terdapat 3 aspek kecakapan hidup untuk kelas tingkat unggul yaitu
potensi diri, bermayarakat, dan konteks bekerja. (Puskur, 2006: 4). Berkaitan
dengan model pembelajaran TTCRPBCB, kecakapan vokasional sangat cocok
dikembangkan di SMK dengan kompetensi keahlian multimedia, teknologi computer
dan jaringa, dan seni grafis. Kejuruan berkaitan dengan dunia kerja (profesi)
dengan yang diminati siswa berkaitan dengan animasi dan membuat cerita
bergambar.
Kompetensi Dasar vokasional: “Kecakapan vokasional bidang pekerjaan
tertentu; materi-materi dapat membantu siswa dalam memecahkan problema
berbahasa yang mereka hadapi dan memberikan wawasan yang luas mengenai
pengembangan karir dan profesi pada potensi siswa sesuai minat dan bakat.”
Dengan demikian Implementasi Kurikulum 2013 disekolah
SMA/SMK yang benar-benar murni menggunakan Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan pendekatan Ilmiah
(Scientific Approach) dan Integrasi Ke-3 Ranah. Jadi yang perlu serius digarap
oleh sekolah sekarang ini baik yang menjadi sekolah sasaran atau tidak, adalah
mengubah paradigma guru untuk mengadopsi model pembelajaran menuju ke arah penguatan
sikap, keterapilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan Scientific Approach.
Pada
SMK/MAK, Mata Pelajaran Kelompok Peminatan (C) terdiri atas:
a. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang
Keahlian (C1);
b. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Program
Keahlian (C2);
c.
Kelompok Mata Pelajaran Paket Keahlian (C3).
Mata pelajaran serta KD
pada kelompok C2 dan C3 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan industri.
(Permendikbud,
No 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK)
Pada SMK/MAK, Mata Pelajaran Kelompok Peminatan (C)
terdiri atas: (a) Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1); (b) Kelompok
Mata Pelajaran Dasar Program Keahlian (C2); (c) Kelompok Mata Pelajaran Paket
Keahlian (C3). Mata pelajaran serta KD pada kelompok C2 dan C3 ditetapkan untuk
disesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan
industri. (Permendikbud RI No 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum SMK/MAK).
III. Simpulan
Proses estetis-reseptif kritis-kreatif dalam
pembelajaran membaca apresiatif memiliki karakteristik pembelajaran (1) PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovetif Kreatif Efektif dan Menyenangkan); (2) Tercipta
pembelajaran kolaboratif dan kooperatif yang mampu mendorong siswa untuk
berbagi ide/gagasan; (3) Siswa dapat mencurahkan berbagai ide dan berimajinasi
secara kritis dan kreatif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman berapresiasi dan berekspresi sastra.
Kegiatan pembelajaran membaca apresiatif
merupakan suatu tindakan dalam melakukan pengembangan kemampuan menuju suatu
kondisi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran berarti suatu kegiatan yang
direncanakan untuk mengubah suatu kondisi ke arah yang lebih baik. Kegiatan ini
merupakan suatu rangkaian masukan-proses-keluaran (input-proces-output) yang direncanakan secara sistematis untuk
mencapai tujuan. Perencanaan dalam suatu pembelajaran diartikan sebagai “a plan or pattern that can be used to shape
curriculums (long-term course of studies), to design instructional materials,
and to guide instructional in the classroom and other settings” (Joyce and
Weil, 1986:1).
Model pembelajaran transformasi teks cerita
rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar secara kreatif disesuaikan
dengan perkembangan kognitif siswa. Dengan demikian, siswa tidak merasa
terbebani dalam melaksanakan pembelajaran. Siswa merasa senang berkompetisi membuat
gambar, sehingga pembelajaran tidak membosankan. Model pembelajaran
transformasi teks cerita rakyat melalui
penguatan bentuk cerita bergambar merupakan strategi pembelajaran yang dapat
menstimulasi atau merangsang perkembangan kognitif. Proses tersebut erat
kaitannya dengan pemahaman apresiasi
sastra. Penggunaan model pembelajaran transformasi teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk
cerita bergambar dalam pembelajaran
membaca apresiatif diharapkan menciptakan suasana menyenangkan. Siswa
dapat lebih berkonsentrasi dalam membaca
sastra, sehingga siswa tidak hanya dapat memahami isi cerita rakyat. Akan
tetapi, mampu menggali nilai-nilai yang
terkandung dalam cerita rakyat.
Dalam kegiatan ini dilakukan pencermatan
terhadap kondisi awal siswa, kemudian diberikan suatu perlakuan yang melibatkan
aktivitas gutu dan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Pada akhir kegiatan
dilakukan pengukuran terhadap hasil suatu perlakuan. Oleh karena itu, variabel
yang diteliti terdiri atas variabel konteks, variabel proses, dan variabel
produk berdasarkan acuan variabel pembelajaran dari Dunkin dan Biddle (1975).
Variabel tersebut dicermati sebagai variabel yang turut berpengaruh dalam
menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran.
Model pembelajaran disusun berdasarkan
penggabungan antara konsep transformasi teks sastra yang dikembangkan oleh
Riffaterre (1978: 63) dan Pradotokusumo (1986: 63) dan konsep model
pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986: 1), Ricards dan
Rodgers (1986); serta isi dan susunan bahan ajar berdasarkan hasil kajian
terhadap karakteristik, struktur, dan penyajian.
Penyusunan
dan penerapan model pembelajaran ini didasrkan atas kajian terhadap kesesuaian
desain pembelajaran dengan kriteria penyusunan, urutan isi, dan susunan materi
pembelajaran. Model
ini diterapkan dalam pembeljaran membaca apresiatif sebagai upaya meningkatkan
kemampuan membaca apresiatif. Kesesuaian antara langkah-langkah yang ditempuh
guru dan siswa dengan prosedur pembelajaran didasarkan pada
model pembelajaran transformasi
teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita bergambar.
Kesesuaian alat evaluasi dalam mengukur: (1) kemampuan membaca apresiatif siswa
sebagai kegiatan estetik-reseptif dan kritis-kreatif; (2)
kemampuan mentransformasi teks cerita rakyat melalui penguatan bentuk cerita
bergambar, sebagai kegiatan produk;
dan (3) kemampuan mengembangkan
karakter.
Model
yang telah disusun kemudian dilakukan uji
coba penerapan model pembelajaran. Penerapan model diselaraskan dengan
variabel konteks, variabel proses, dan variabel produk sesuai dengan acuan
analisis variabel pembelajaran yang disampaikan oleh Gall et al. (2003). Kajian
terhadap variabel konteks difokuskan pada kajian terhadap disain model
pembelajaran; kajian variabel proses difokuskan pada kajian aktivitas guru dan
siswa; dan variabel produk difokuskan pada kajian kemampuan siswa dalam
mentransformasi teks cerita rakyat ke dalam
cerita bergambar.
Mengapapresiasi secara
lisan dan tertulis pelajaran seni berbahasa dan pelajaran ilmiah sederhana
Berdasarkan Kompetensi
dasar di atas dikembangkan Indikator Pencapaian Kompetensi sebagai berikut ini
1) menyebutkan tokoh dan
watak tokoh dalam cerita rakyat,
2) mengungkapkan
tema/amanat cerita rakyat,
3) menjelaskan keteladanan
dari tokoh cerita rakyat
4) menjelaskan alur cerita
rakyat,
5) memberikan tanggapan
terhadap konflik cerita, sikap tokoh utama,
dan nilai kehidupan masa lalu dalam cerita rakyat
6) mengubah teks cerita
rakyat ke dalam bentuk cerita bergambar, menyusun rangkaian alur gambar sesuai
alur cerita, menginterpretasi teks ke dalam gambar.
Indikator ke
6 termasuk ke dalam indikator pencapaian hasil belajar. Indikator tersebut termasuk indikator kecakapan vokasional dalam
kompetensi keahlian (kejuruan). Berdasarkan pada SK, KD, dan Indikator, maka
dapat dilihat keterkaitan antara model pembelajaran dengan Kompetensi Dasar
vokasional: “Kecakapan vokasional bidang
pekerjaan tertentu; materi-materi dapat membantu siswa dalam memecahkan
problema berbahasa yang mereka hadapi dan memberikan wawasan yang luas mengenai
pengembangan karir dan profesi pada potensi siswa sesuai minat dan bakat.”
IV. Pustaka Rujukan
Abrams, M.H. 1976. The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and The Critical Tradition. New York: Holt,
Rinehart & Wiston.
Abrams, M.H. 1999. A Glossary
of Literary Terms. Seventh
Edition. USA: Heinle & Heinle, a division of Thomson
Learning, Inc.
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru.
Aminuddin (Ed.), 1990. Sekitar Masalah Sastra Beberapa Prinsip dan Model
Pengembangannya. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Pengembangannya. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar. Buku Satu
Terjemahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arends,
Richard I. 2008. Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar. Buku Dua
Terjemahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brown, H. Douglas. 2001. Principles of
Language Learning and Teaching. Second Edition San Fracisco State
University: Longman.
Brown, H. Douglas. 2004. Language Assessment:
Principles and Classroom Pratices. San Fracisco: Longman.
Brown, H. Douglas. 2007. Prinsip Pembelajaran dan
Pengajaran Bahasa. Terjemahan: Noor Holis dan Yusi Avianto Pareanom.
Jakarta: Compliments of The Public Affairs Section U.S.Embassy.
Carnine, D, et.al. 1990. Direct Instruction
Reading. Ohoi: Merril Publishing Company.
Creswell,
John W. 1994. Research Design:
Qualitative & Quantitative Approaches. London-New Delhi: SAGE
Publications.
Cox, C. 1999. Teaching Language Arts: A
Student–and Response–Centered Clasroom. Boston: Allyn and Bacon.
Culler, Jonatahan. 2000. Literary
Theory A Verry Short Introduction. New York: by Oxford University Press Inc.
Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum
Damono, Sapardi Djoko. 2012. Alih Wahana. Jakarta: Editum.
Danandjaja, James. 2007. Folklor
Indonesia. Jakarta : Graffiti Press.
Depdiknas. 2005. Kelompok Kerja Pengembang Bahasa Indonesia
SMK Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah
Depdiknas. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Depdiknas. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung:
Angkasa
Depdiknas. 2013. Permendiknas Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Ditjen Dikdasmen.
2004. Pedoman Penyelenggaraan Program
Kecakapan Hidup Pendidikan Nonformal. Jakarta: Depdiknas.
Dunkin dan Biddle. 1975. Educational
Research. New York: Allynand Bacon.
Eagleton,
Terry.1983. Literary Theory An
Introduction. England: Basil Blackwell Publisher Limited.
Eagleton, Terry. 2008. Literary Theory An Introduction. (Teori
Sastra Pengantar Komprehensif) (Edisi Terbaru). Terjemahan Harfiah Widyawati
dan Evi Setyarini. Yogyakarta dan Bandung: Percetakan Jalasutra.
Esten,
Mursal. (ed.) 1992. Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan. Bandung: Angkasa.
Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia. Respond
an Analisis. Jakarta: Depdiknas.
Harjasujana, A. S. et.al. 1988. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Karunika
Harjasujana, A.S. dan Vismaia S. Damaianti.
2003. Membaca dalam Teori dan Praktik.
Literasi membuat orang makin berarti. Membaca membuat orang makin berjaya.
Bandung: Mutiara.
Iser,
Wolfgang. 1987. The Act of Reading. Baltimore and London: The Johns
Hopkins University Press.
Joyce,
Bruce dan Marsha Weil. (1986) Models of
Teaching. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs.
Joyce, B. et al. 2001. Models of Teaching. New York: Allyn and Bacon.
Joyce,
Bruce dan Marsha Weil. Emily Calhoun 2011. Models
of Teaching. (Edisi Kedelapan Cetakan Kedua) (Terjemahan Ahmad Fawaid dan
Zuhri Qudsy). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Gramedia.
Lefevere, A. 1977. Literary Knowledge: A Polemical and Programmatic Essay on Its Nature,
Growth, Relevance and Transmition. Amsterdam: Van Gorcum, Assen.
Luxemburg, Jan van, dkk. 1989. Pengantar
Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Moody, H. L. B. 1971. Longman Handbooks for Language Teachers. The Teaching of Literature.London:
Longman Group Ltd.
Moody, H. L. B. 1974. The Teaching of Literatur. London: Longman Group Ltd.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Pertiwi, P. 2006. Apresiasi Prosa Fiksi. Bandung: Unpas.
Pradopo,
Rachmat Djoko,. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Pudentia. MPSS. 1992. Transformasi Sastra Analisis atas
Cerita Rakyat ”Lutung Kasarung”. Jakarta : Balai Pustaka.
Pudentia. MPSS. Editor. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan.
Pusat
Kurikulum. 2006. Pengembang Model
Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Puskur.
Ratna, Nyoman
Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan
Unsur-Unsur Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Richard dan Rodgers 2001. Approach, Method, and Technique Teaching Language. New York:
Allynand Bacon.
Richard, Jack dan Theodore S. Rodger (1986) Approaches
and Methods in Language Teaching. London: Cambridge Language Teaching
Library.
Riffaterre, M. 1978. Semiotics of Poetry.
‘Penciptaan Teks’ Diterjemahkan Oleh
Suminto A. Sayuti. London : Routledge &
Kegan Paul.
Riffaterre, M. 1978. Semiotics of Poetry.
London : Routledge & Kegan Paul.
Riffaterre, Michael. 1984. Semiotics of Poetry. Advances
in Semiotics. General Editor. Thomas A. Sebeok. Bloomington: Indiana
University Press.
Rusyana, Y. 1979. Novel Sunda Sebelum Perang.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rusyana, Y. 1983. Metode Pengajaran Sastra. Bandung:Gunung Larang.
Rusyana, Y. 1999. Sastra Klasik Milik Bangsa
Indonesia. Media Indonesia, Tanggal
30 Desember 1999.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Membaca Ekspresif. Bandung: Penerbit Angkasa.
Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Educational Psychology. Buku1. Jakarta:
Salemba Humanika.
Sedyawati, Edi. 2008. Kebudayaan dan Keindonesiaan. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.
Segers, Rien T. Evaluasi Teks Sastra. 2000.
Diterjemahkan oleh Suminto A. Sayuti. Yogyakarta: AdiCinta.
Silberstein, S. 1994. Techniques
and Resources in Teaching Reading.
New York: Oxford University Press.
Slavin, Robert E. 2011 Psikologi
Pendidikan Teori dan Praktik. Jilid 1. Terjemahan. Jakarta: PT Indeks.
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.
Jilid 2. Terjemahan. Jakarta: PT Indeks.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.
Syahrial. 2007. “Tentang Pengajaran Sastra Lama di Sekolah”.
Makalah pada Seminar Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI,
Depok.
Teeuw, A. 1983. Membaca
dan Menilai Sastra. Jakarta : Gramedia.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan
Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya Girimukti Pustaka.
Teeuw. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar
Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Thomas and Robinson. 1986. Improving
Reading in Every Class. Boston: Allyn and Bacon.
Tierney, R.J. et.al. 1991. Portofolio
Assessment in the Reading-Writing Classroom. Norwood: Christoper-Gordon
Publishers.
Tierney, R.J. et.al. 1995. Reading
Strategies and Practices. Boston: Allyn and Bacon.
Valdes, M.J. 1987. Phenomenological Hermeneutical Hermeneutics and the Study of Literature.
London: University of Toronto Press.
Wellek, R. dan Warren, A.
1956. Theory of Literature. New York: Harcout, Barance and Company.
(Permendikbud, No 65 Tahun 2013
Tantang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah).