A. Purwawacana
Pembelajaran di abad 21 (era digital) tidaklah sama dengan pembelajaran di abad 20 dan abad-abad sebelumnya. Dunia tempat kita hidup saat ini secara fisik dan teknologi telah berkembang lebih maju. Hal ini turut mempengaruhi cara manusia berada, berintearaksi, berelasi, dan belajar. Konkretnya, jika pembelajaran di abad 21 tidak memanfaatkan teknologi multimedia, sudah barang tentu akan tertinggal jauh dari orang lain.
Secara umum, hasil pendidikan di Indonesia belum memuaskan. Hal ini tercermin dalam laporan beberapa lembaga internasional tentang daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan negara lain. hdr.undp.org/en/statistics/)
Pembelajaran multimedia yang dikonotasikan dengan e-learning atau information and communication technology atau instructional computer technology (ICT) merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan oleh semua pihak dalam pembelajaran. Karena mau tidak mau, suka atau tidak suka pembelajaran harus menggunakan teknologi digital. Dalam arti teknologi hasil pemikiran manusia yang menggunakan perangkat lunak dan perangkatkeras komputer. Misalnya pembelajaran melalui teleconference, e-learning, e-book, dan lainnya.
Pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau aku pengalaman. Pembelajaran merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Dengan demikian pemanfaatan multimedia (ICT) untuk pendidikan, terutama pembelajaran bahasa Indonesia sudah menjadi keharusan.
Bagaimana e‐learning diimplementasikan dalam pembelajaran pragmatik? Apakah sistem e‐learning yang akan diselenggarakan tersebut benar‐benar menjadi sebuah pembelajaran yang benar-benar berbasis elektronik (truly electronic learning)? Melihat kenyataan di lapangan, walaupun teknologi informasi telah maju dengan sangat pesatnya, ternyata pendidikan yang mengimplementasikan IT‐Based Education secara murni masih sulit ditemukan, karena masih banyak faktor kendala yang lain, terutama dari sisi sumber daya manusia dan sarana atau infrastruktur pendukung. Akhirnya banyak model e‐learning yang dikembangkan dan diadopsi ke dalam pendidikan konvensional atau sebaliknya model konvensional diadopsi ke dalam model e‐learning.
B. Pembelajaran Pragmatik yang Ideal
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa (Degeng, 1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
Belajar pragmatik pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran pragmatik diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995).Seorang filosof dan ahli logika Carnap (1938) menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak. Pragmatik mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda. Selanjutnya Montague mengatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai „idexical“ atau „deictic“. Dalam pengertian ini pragmatik berkaitan dengan teori rujukan atau deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakaiannya. Pragmatik merupakan salah satu bidang kajian linguistik, bidang yang merupakan penelitian bagi para ahli bahasa. Pragmatik yang dimaksud sebagai bahan pengajaran bahasa atau yang disebut fungsi komunikatif, biasanya disajikan dalam ajaran bahasa asing.
Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Leech (1983:6(dalam Gunawan 2004:2)) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam bidang linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua hal:
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa.
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif (Noss dan Llamzon, 1986).
Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian pragmatik ada empat unsur pokok, yaitu hubungan antarperan, latar peristiwa, topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa sehingga dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakekatnya mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat.
Dalam kamus bahasa Indonesia edisi ketiga tahun 2005 disebutkan bahwa pragmatik adalah yang berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996;3) menyebutkan 4 definsi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara, (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang melabihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara, dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Thomas (1995;2) menyebut adanya kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian yaitu, pertama dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara. Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran. Selanjutnya Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makan dalam interaksi.
Thomas (1995;2) menyebut adanya kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian yaitu, pertama dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara. Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran. Selanjutnya Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makan dalam interaksi.
C. Prinsip Pembelajaran Berbasis Multimedia
Secara garis besar, apabila kita menyebut tentang multimedia, maka tidak akan terlepas dari istilah e‐learning. Setidaknya ada tiga komponen utama yang menyusun e‐learning yaitu:
1. e‐Learning System
Sistem perangkat lunak yang mem‐virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian daring dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS).
2. e‐Learning Content (Isi)
Konten dan bahan ajar yang ada pada sistem e‐learning (learning management system). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia‐Based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text‐based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa)
3. e‐Learning Infrastructure (Peralatan)
Infrastruktur e‐learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
Munir (2009) mengatakan bahwa secara umum, terdapat dua persepsi dasar tentang e-learning yaitu:
1. Electronic based e-learning, yakni pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa perangkat elektronik.
2. Internet based,yakni pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet yang bersifat online sebagai instrument utamanya.
Bagaimana e‐learning diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia? Apakah sistem e‐learning yang akan diselenggarakan tersebut benar‐benar menjadi sebuah pembelajaran yang benar-benar berbasis elektronik (truly electronic learning)?
Horton (2000) beranggapan bahwa dalam pembelajaran telah mengalami beberapa generasi. Ia menggambarkannya seperti pada gambar berikut ini.
Multimedia | Generasi kelima | ||||
Komputer/ Jaringan | Generasi keempat | ||||
Video/ Televisi | Generasi ketiga | ||||
Audio/Radio | Generasi kedua | ||||
Cetak | Generasi pertama | ||||
Gambar 1
Generasi Pembelajaran (Horton, 2000)
Implementasi suatu e‐learning bisa masuk ke dalam salah satu kategori tersebut, yakni bisa terletak di antara keduanya, atau bahkan bisa merupakan gabungan beberapa komponen dari dua sisi tersebut. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya pola yang baku dalam implementasi e‐learning, keterbatasan sumberdaya manusia baik pengembang maupun staf pengajar dalam e‐learning, keterbatasan perangkat keras maupun perangkat lunak, keterbatasan biaya dan waktu pengembangan. Adapun dalam proses belajar mengajar yang sesungguhnya, terutama di negara yang koneksi Internetnya sangat lambat, pemanfaatan sistem e‐learning tersebut bisa saja digabung dengan sistem pembelajaran konvesional yang dikenal dengan sistem blended learning atau hybrid learning.
D. Pembelajaran Pragmatik Berbasis Multimedia
Ada beberapa alasan yang dapat diangkat, bahwa teknologi informasi dapat diterapkan dalam media pendidikan. Pertama, banyak sekolah maupun perguruan tinggi yang memiliki komputer sendiri sehingga dimungkinkan untuk dikembangkan paket belajar Personal-Interaktif yang materi ajarnya dikemas dalam suatu perangkat lunak. Peserta dapat belajar dengan cara menjalankan program komputer atau perangkat lunak tersebut di komputer secara mandiri dan di lokasi masing-masing. Melalui paket program belajar ini peserta ajar dapat melakukan simulasi atau juga umpan balik tentang kemajuan belajarnya.
Kedua, Indonesia merupakan negeri yang terdiri atas ribuan pulau yang tersebar dalam wilayah yang sangat luas, serta dihuni lebih dari 200 juta penduduk dengan distribusi secara tidak homogen. Kondisi ini memang disadari memiliki kendala ketika akan diterapkan sistem pendidikan konvensional (tatap muka). Maka teknologi informasi yang mungkin diterapkan untuk kondisi tersebut adalah melalui jaringan internet. Melalui media ini proses belajar dapat dijalankan secara daring atau diunduh untuk keperluan luring. Peserta didik dapat mengakses sistem kapan saja dan sesering mungkin (time independence), tidak terbatas pada jam belajar dan tidak tergantung pada tempat (place independence).
Sistem e-learning dapat diimplementasikan dalam bentuk asynchronous, synchronous, atau campuran antara keduanya. Contoh e-learningasynchronous banyak dijumpai di internet baik yang sederhana maupun yang terpadu melalui portal e-learning. Sedangkan dalam e-learningsynchronous, pengajar dan siswa harus berada di depan komputer secara bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara live, baik melalui video maupun audio conference. Selanjutnya dikenal pula istilah blended learning yakni pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya on-line, live, maupun tatap muka (konvensional).
Berdasarkan pemahaman kita selama ini, pembelajaran bahasa yang tepat akan memudahkan kita dalam mencapai tujuan. Pemilihan media, metode, serta penunjang lain yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pembelajar, akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa contoh sarana yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa dengan e-learning.
Jenis Sarana | Contoh |
e-mail (web based email) | Hotmail, yahoo, lycos |
Mailing List | Yahoogroup |
ftp | Ws-ftp, wincommander |
www (world wide web) | Geocities, freeweb, angelfire |
Chat room (web based chating) | Yahoo, mIRC, ICQ |
Teleconference | Yahoo |
Discussion forum (web based discussion) | Blazeboard, punbb |
Course management system | Moodle, claroline |
Search engine | Altavista, yahoo, google |
Tabel 1
Klasifikasi Sarana Pembelajaran Berbasis ICT
Idealnya, pengembangan materi pembelajaran dilakukan oleh pengajar yang juga memiliki kemampuan yang baik dalam bidang computer. Perangkat lunak yang ada saat ini seperti Course Builder, Visual Basic, Swish Max, Macromedia Fireworks atau Dreamweaver cukup rumit sehingga hanya dikuasai oleh para pemrogram komputer sedangkan pengelola pendidikan pada umumnya hanya menguasai manajemen pendidikan saja. Jadi pengembangan materi pembelajaran interaktif dengan komputer kurang optimal.
Pengembangan media pembelajaran interaktif bisa optimal dengan kerjasama antara programer komputer dengan pengajar atau pengelola pendidikan. Yang lebih ideal adalah seorang pengajar atau pengelola pendidikan menguasai program komputer. Namun hal itu dirasa sangat sulit, untuk itu perlu dilakukan pengembangan media pembelajaran e-learning agar dapat digunakan oleh para pengajar.
Dalam pembelajaran pragmatik, pokok yang dipelajari adalah tindak tutur. Apa yang bisa dimanfaatkan dari teknologi saat ini oleh kita? Alat-alat perekam, perangkat lunak-perangkat lunak yang mampu mentranskripsikan tuturan lisan ke dalam bentuk tulis tentunya memberi manfaat yang besar dalam pembelajaran ini.Secara umum, pembelajaran pragmatic berada dalam sudut pandang komunikasi yang mencakup tiga macam kompetensi lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.
E. Purnawacana
Pembelajaran di abad 21 (multimedia) tidaklah sama dengan pembelajaran di abad 20 dan abad-abad sebelumnya. Dunia tempat kita hidup saat ini secara fisik dan teknologi telah berkembang lebih maju. Hal ini turut mempengaruhi cara manusia berada, berintearaksi, berelasi, dan belajar. Dengan dorongan teknologi informasi dan komunikasi, kita terdorong untuk mengimplementasikan e-learning dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran pragmatik.
Membutuhkan waktu yang panjang untukmewujudkan sistem e-learning yang benar-benar berbasis elektronik (truly electronic learning).Namun sebagai insan yang berkecimpung dalam dunia pembelajaran, hal yang dapat kita tempuh adalah memulainya dari hal terkecil sejak saat ini.
F. PustakaRujukan
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Holden, Jolly T. Westfall, Phillip J. 2009. An Instructional Media Selection Guide for Distance Learning-Implications for Blended Learning featuring an Introduction to Virtual World. United States of America: USDLA
Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use of Computer-assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12, December 2000.
Rosenberg, Marc Jeffrey. 2001. E-learning : Strategies for Delivering Knowledge in the Digital Age (ebook version). New York: McGraw-Hill Professional.
Rosen, Anita. 2009. E-learning 2.0 : Proven Practices and Emerging Technologies to Achieve Results. New York: American Management Association.
Wallington, C.J. 1996. Media production: Production of Still Media. Plomp, T., & Ely, D.P. (Eds.): International Encyclopedia of Educational Technology, 2nd edition. New York: Elsevier Science, Inc.
4th Tone Titanium Stud Earrings - TiogaArts
BalasHapusFind titanium tv apk 4th Tone Titanium suppliers of metal Stud rainbow titanium Earrings on TiogaArts. We offer great offers for the most popular brands in the titanium helix earrings world: Silver - Diamond - Platinum properties of titanium - Silver.
backlink super
BalasHapusbacklink super
backlink super
backlink super
backlink super
backlink super
backlink super
backlink super